Jadual Shalat Kab Pamekasan

Minggu, 22 Juli 2012


Waliyullah adalah Rahasia Allah, Haq Mutlak Allah untuk diberikan kepada Siapapun Yang dia Kehendaki

LA TAHSABANNAL LADZI QUTILUU FI SABILILLAHI AMWATAN, BAL AHYAUN INDA ROBBIHIM YURZAQUNA ( Ali Imron 169 ) ” Janganlah kamu mengira bahwa orang2 yang gugur di jalan Alloh itu MATI bahkan mereka itu HIDUP di sisi tuhannya dengan mendapat rezqi ”
HIDUP Yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat keni’matan2 di sisi Alloh, Dan hanya Alloh sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan HIDUP nya itu.
Sesuai  kitab Jawahir Al-Khomsi Syeikh Khotiruddin Bayazid Al-Khowajah dan Kitab Jami’u Karomatil Aulia kepunyaan Syeikh Yusuf ibni Isma’il An-Nabhani R.A ,
Rizalul Ghoib merupakan salah satu pangkat kewalian dari 37 pangkat/ Maqom Wali berikut di bawah ini Pangkat/ Maqom nya para Aulia Alloh :
1.Qutub Atau Ghauts ( 1 abad 1 Orang )
2. Aimmah ( 1 Abad 2 orang )
3. Autad ( 1 Abad 4 Orang di 4 penjuru Mata Angin )
4. Abdal ( 1 Abad 7 Orang tidak akan bertambah & berkurang Apabila ada wali Abdal yg Wafat Alloh menggantikannya dengan mengangkat Wali abdal Yg Lain ( Abdal=Pengganti ) Wali Abdal juga ada yang Waliyahnya ( Wanita )
5. Nuqoba’ ( Naqib ) ( 1 Abad 12 orang Di Wakilkan Alloh Masing2 pada tiap2 Bulan)
6. Nujaba’ ( 1 Abad 8 Orang )
7. Hawariyyun ( 1 Abad 1 Orang ) Wali Hawariyyun di beri kelebihan Oleh Alloh dalam hal keberanian, Pedang ( Zihad) di dalam menegakkan Agama Islam Di muka bumi.
8. Rojabiyyun ( 1 Abad 40 Orang Yg tidak akan bertambah & Berkurang Apabila ada salah satu Wali Rojabiyyun yg meninggal Alloh kembali mengangkat Wali rojabiyyun yg lainnya, Dan Alloh mengangkatnya menjadi wali Khusus di bulan Rajab dari Awal bulan sampai Akhir Bulan oleh karena itu Namanya Rojabiyyun.
9. Khotam ( penutup Wali )( 1 Alam dunia hanya 1 orang ) Yaitu Nabi Isa A.S ketika diturunkan kembali ke dunia Alloh Angkat menjadi Wali Khotam ( Penutup ).
10. Qolbu Adam A.S ( 1 Abad 300 orang )
11. Qolbu Nuh A.S ( 1 Abad 40 Orang )
12. Qolbu Ibrohim A.S ( 1 Abad 7 Orang )
13. Qolbu Jibril A.S ( 1 Abad 5 Orang )
14. Qolbu Mikail A.S ( 1 Abad 3 Orang tidak kurang dan tidak lebih Alloh selau mengangkat wali lainnya Apabila ada salah satu Dari Wali qolbu Mikail Yg Wafat )
15.Qolbu Isrofil A.S ( 1 Abad 1 Orang )
16. Rizalul ‘Alamul Anfas ( 1 Abad 313 Orang )
17. Rizalul Ghoib ( 1 Abad 10 orang tidak bertambah dan berkurang tiap2 Wali Rizalul Ghoib ada yg Wafat seketika juga Alloh mengangkat Wali Rizalul Ghoib Yg lain, Wali Rizalul Ghoib merupakan Wali yang di sembunyikan oleh Alloh dari penglihatannya Makhluq2 Bumi dan Langit tiap2 wali Rizalul Ghoib tidak dapat mengetahui Wali Rizalul Ghoib yang lainnya, Dan ada juga Wali dengan pangkat Rijalul Ghoib dari golongan Jin Mu’min, Semua Wali Rizalul Ghoib tidak mengambil sesuatupun dari Rizqi Alam nyata ini tetapi mereka mengambil atau menggunakan Rizqi dari Alam Ghaib.
18. Adz-Dzohirun ( 1 Abad 18 orang )
19. Rizalul Quwwatul Ilahiyyah (1 Abad 8 Orang )
20. Khomsatur Rizal ( 1 Abad 5 orang )
21. Rizalul Hanan ( 1 Abad 15 Orang )
22. Rizalul Haybati Wal Jalal ( 1 Abad 4 Orang )
23. Rizalul Fath ( 1 Abad 24 Orang ) Alloh mewakilkannya di tiap Sa’ah ( Jam ) Wali Rizalul Fath tersebar di seluruh Dunia 2 Orang di Yaman, 6 orang di Negara Barat, 4 orang di negara timur, dan sisanya di semua Jihat ( Arah Mata Angin )
23. Rizalul Ma’arijil ‘Ula ( 1 Abad 7 Orang )
24. Rizalut Tahtil Asfal ( 1 Abad 21 orang )
25. Rizalul Imdad ( 1 Abad 3 Orang )
26. Ilahiyyun Ruhamaniyyun ( 1 Abad 3 Orang ) Pangkat ini menyerupai Pangkatnya Wali Abdal
27. Rozulun Wahidun ( 1 Abad 1 Orang )
28. Rozulun Wahidun Markabun Mumtaz ( 1 Abad 1 Orang )
Wali dengan Maqom Rozulun Wahidun Markab ini di lahirkan antara Manusia dan Golongan Ruhanny( Bukan Murni Manusia ), Beliau tidak mengetahui Siapa Ayahnya dari golongan Manusia , Wali dengan Pangkat ini Tubuhnya terdiri dari 2 jenis yg berbeda, Pangkat Wali ini ada juga yang menyebut ” Rozulun Barzakh ” Ibunya Dari Wali Pangkat ini dari Golongan Ruhanny Air INNALLOHA ‘ALA KULLI SAY IN QODIRUN ” Sesungguhnya Alloh S.W.T atas segala sesuatu Kuasa.
29. Syakhsun Ghorib ( di dunia hanya ada 1 orang )
30. Saqit Arofrof Ibni Saqitil ‘Arsy ( 1 Abad 1 Orang )
31. Rizalul Ghina ( 1 Abad 2 Orang ) sesuai Nama Maqomnya ( Pangkatnya ) Rizalul Ghina ” Wali ini Sangat kaya baik kaya Ilmu Agama, Kaya Ma’rifatnya kepada Alloh maupun Kaya Harta yg di jalankan di jalan Alloh, Pangkat Wali ini juga ada Waliahnya ( Wanita ).
31. Syakhsun Wahidun ( 1 Abad 1 Orang )
32. Rizalun Ainit Tahkimi waz Zawaid ( 1 Abad 10 Orang )
33. Budala’ ( 1 Abad 12 orang ) Budala’ Jama’ nya ( Jama’ Sigoh Muntahal Jumu’) dari Abdal tapi bukan Pangkat Wali Abdal
34. Rizalul Istiyaq ( 1 Abad 5 Orang )
35. Sittata Anfas ( 1 Abad 6 Orang ) salah satu wali dari pangkat ini adalah Putranya Raja Harun Ar-Royid yaitu Syeikh Al-’Alim Al-’Allamah Ahmad As-Sibty
36. Rizalul Ma’ ( 1 Abad 124 Orang ) Wali dengan Pangkat Ini beribadahnya di dalam Air di riwayatkan oleh Syeikh Abi Su’ud Ibni Syabil ” Pada suatu ketika aku berada di pinggir sungai tikrit di Bagdad dan aku termenung dan terbersit dalam hatiku “Apakah ada hamba2 Alloh yang beribadah di sungai2 atau di Lautan” Belum sampai perkataan hatiku tiba2 dari dalam sungai muncullah seseorang yang berkata “akulah salah satu hamba Alloh yang di tugaskan untuk beribadah di dalam Air”, Maka akupun mengucapkan salam padanya lalu Dia pun membalas salam aku tiba2 orang tersebut hilang dari pandanganku.
37. Dakhilul Hizab
Wali dengan Pangkat Dakhilul Hizab sesuai nama Pangkatnya , Wali ini tidak dapat di ketahui Kewaliannya oleh para wali yg lain sekalipun sekelas Qutbil Aqtob Seperti Syeikh Abdul Qodir Jailani, Karena Wali ini ada di dalam Hizab nya Alloh, Namanya tidak tertera di Lauhil Mahfudz sebagai barisan para Aulia, Namun Nur Ilahiyyahnya dapat terlihat oleh para Aulia Seperti di riwayatkan dalam kitab Nitajul Arwah bahwa suatu ketika Syeikh Abdul Qodir Jailani Melaksanakan Towaf di Baitulloh Mekkah Mukarromah tiba2 Syeikh melihat seorang wanita dengan Nur Ilahiyyahnya yang begitu terang benderang sehingga Syeikh Abdul qodir Al-Jailani Mukasyafah ke Lauhil Mahfudz dilihat di lauhil mahfudz nama Wanita ini tidak ada di barisan para Wali2 Alloh, Lalu Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani bermunajat kepada Alloh untuk mengetahui siapa Wanita ini dan apa yang menjadi Amalnya sehingga Nur Ilahiyyahnya terpancar begitu dahsyat , Kemudian Alloh memerintahkan Malaikat Jibril A.S untuk memberitahukan kepada Syeikh bahwa wanita tersebut adalah seorang Waliyyah dengan Maqom/ Pangkat Dakhilul Hizab ” Berada di Dalam Hizabnya Alloh “, Kisah ini mengisyaratkan kepada kita semua agar senantiasa Ber Husnudzon ( Berbaik Sangka ) kepada semua Makhluq nya Alloh, Sebetulnya Masih ada lagi Maqom2 Para Aulia yang tidak diketahui oleh kita, Karena Alloh S.W.T menurunkan para Aulia di bumi ini dalam 1 Abad 124000 Orang, yang mempunyai tugasnya Masing2 sesuai Pangkatnya atau Maqomnya. Susunan Maqom/Pangkat Para Aulia ini saya terjemahkan dari kitab Jami’u Karomatil Aulia ( Kumpulan Karomah2 Para Wali ), Perlu di ketahui bahwa Maqomnya para Aulia tidak tetap tapi naik walaupun mereka sudah Meninggal,  Kitab Jawahir Al-Khomsi

Abu Yazid Al Busthami – Raja Para Sufi

Abu Yazid Thoifur bin Isa binSurusyan al-Busthami, lahir diBustham terletak di bagiantimur Laut Persi. Meninggal diBustham pada tahun 261 H/874M. Beliau merupakan salahseorang Sulton Aulia, yangjuga sebagai salah satu Syeikhyang ada dalam silsilah dalamthoriqoh Sadziliyah danbeberapa thoriqoh yang lain.Kakek Abu Yazid merupakanpenganut agama Zoroaster.Ayahnya adalah salah satu diantara orang-orangterkemuka di Bustham.Kehidupan Abu Yazid yangluar biasa bermula sejak iamasih berada dalamkandungan. “Setiap kali akumenyuap makanan yangkuragukan kehalalannya”,ibunya sering berkata padaAbu Yazid, “engkau yangmasih berada didalamrahimku memberontak dantidak mau berhenti sebelummakanan itu kumuntahkankembali ”. Pernyataan itudibenarkan oleh Abu Yazidsendiri. Setelah sampaiwaktunya, si ibu mengirim AbuYazid ke sekolah untukmempelajari Al Qur-an. Padasuatu hari gurunyamenerangkan arti satu ayatdari surat Luqman yangberbunyi, “Berterima kasihlahkepada-Ku dan kepada keduaorang tuamu ”. Ayat ini sangatmenggetarkan hati Abu Yazid,ia lalu meletakkan batutulisnya dan berkata kepadagurunya, “ijinkanlah akupulang, ada yang hendakkukatakan pada ibuku ”. Siguru memberi ijin, Abu Yazidlalu pulang kerumah. Ibunyamenyambut dengan kata-kata, ”Thoifur, mengapaengkau sudah pulang ?Apakah engkau mendapathadiah atau adakah sesuatukejadian istimewa ?”. “Tidak”jawab Abu Yazid, “Pelajarankusampai pada ayat dimanaAllah memerintahkan agaraku berbakti kepada-Nya dankepada engkau wahai ibu.Tetapi aku tak dapatmengurus dua rumah dalamwaktu yang bersamaan. Ayatini sangat menyusahkanhatiku. Maka wahai ibu,mintalah diriku ini kepadaAllah sehingga aku menjadimilikmu seorang atauserahkanlah aku kepada Allahsemata sehingga aku dapathidup untuk Dia semata ”.“Anakku” jawab ibunya, “akuserahkan engkau kepadaAllah dan kubebaskan engkaudari semua kewajibanmuterhadapku. Pergilah engkaumenjadi hamba Allah.Di kemudian hari Abu Yazidberkata, “Kewajiban yangsemula kukira sebagaikewajiban yang paling ringan,ternyata merupakankewajiban yang paling utama.Yaitu kewajiban untukberbakti kepada ibuku. Didalam berbakti kepada ibuku,itulah kuperoleh segalasesuatu yang kucari, yaknisegala sesuatu yang hanyabisa dipahami lewat tindakandisiplin diri dan pengabdiankepada Allah. Kejadiannyaadalah sebagai berikut : Padasuatu malam, ibu meminta airkepadaku. Maka akupunmengambilnya, ternyatadidalam tempayan kami takada air. Kulihat dalam kendi,tetapi kendi itupun kosong.Oleh karena itu, aku pergikesungai lalu mengisi kenditersebut dengan air. Ketikaaku pulang, ternyata ibukusudah tertidur”. Malam ituudara terasa dingin. Kendi itutetap dalam rangkulanku.Ketika ibu terjaga, iameminum air yang kubawakemudian mendo ’akanku.Waktu itu terlihatlah olehkubetapa kendi itu telahmembuat tanganku kaku.“ Mengapa engkau tetapmemegang kendi itu ?” ibukubertanya. “Aku takut ibuterjaga sedang aku sendiriterlena ”, jawabku. Kemudianibu berkata kepadaku,“ Biarkan saja pintu itusetengah terbuka”. Sepanjangmalam aku berjaga-jaga agarpintu itu tetap dalam keadaansetengah terbuka dan agaraku tidak melalaikan perintahibuku. Hingga akhirnya fajarterlihat lewat pintu, begitulahyang sering kulakukanberkali-kali ”.Abu Zayid melakukan disiplindiri dengan terus menerus danberpuasa di siang hari danbertirakat sepanjang malam.Ia belajar di bawah bimbinganseratus tiga belas guruspiritual dan telahmemperoleh manfaat darisetiap pelajaran yang merekaberikan. Diantara guru-gurunya itu ada seorang yangbernama Shadiq. Ketika AbuYazid sedang dudukdihadapannya, tiba-tiba Shadiqberkata kepadanya, ”AbuYazid, ambilkan buku yang dijendela itu ”.”Jendela? Jendelayang mana?”, tanya AbuYazid.”Telah sekian lamaengkau belajar di sini dantidak pernah melihat jendelaitu ?”"Tidak”, jawab Abu Yazid,“apakah peduliku denganjendela. Ketikamenghadapmu, matakutertutup terhadap hal-hal lain.Aku tidak datang kesini untukmelihat segala sesuatu yangada di sini ”.”Jika demikian”,kata si guru,” kembalilah keBustham. Pelajaranmu telahselesai ”.Abu Yazid mendengar bahwadi suatu tempat ada seorangguru besar. Dari jauh AbuYazid datang untukmenemuinya. Ketika sudahdekat, Abu Yazid menyaksikanbetapa guru yang termasyhuritu meludah ke arah kotaMakkah (diartikan menghinakota Makkah), karena itusegera ia memutarlangkahnya. ”Jika ia memangtelah memperoleh semuakemajuan itu dari jalan Allah”,Abu Yazid berkata mengenaiguru tadi, ”niscaya ia tidakakan melanggar hukumseperti yang dilakukannya”.Diriwayatkan bahwa rumahAbu Yazid hanya berjarakempat puluh langkah darisebuah masjid, ia tidak pernahmeludah ke arah jalan danmenghormati masjid itu.Setiap kali Abu Yazid tiba didepan sebuah masjid,beberapa saat lamanya iaakan berdiri terpaku danmenangis. ”Mengapa engkauselalu berlaku demikian ?”tanya salah seseorangkepadanya. “Aku merasadiriku sebagai seorang wanitayang sedang haid. Aku merasamalu untuk masuk danmengotori masjid ”, jawabnya.(Lihatlah do’a Nabi Adam ataudo’a Nabi Yunus a.s “Laa ilahaila anta Subhanaka innikuntum minadholimin ”, Tidakada tuhan melainkan engkauya Allah, sesungguhnya aku initermasuk orang-orang yangdholim. Atau lihat do ’aAbunawas,’ Ya Allah kalauEngkau masukkan aku kedalam sorga, rasanya tidaklahpantas aku berada didalamnya. Tetapi kalau akuEngkau masukkan ke dalamneraka, aku tidak akan tahan,aku tidak akan kuat ya Allah,maka terimalah sajataubatku).Suatu ketika Abu Yazid didalam perjalanan, iamembawa seekor untasebagai tunggangan danpemikulperbekalannya. ”Binatang yangmalang, betapa berat bebanyang engkau tanggung.Sungguh kejam !”, seseorangberseru. Setelah beberapakali mendengar seruan ini,akhirnya Abu Yazid menjawab,“ Wahai anak muda,sebenarnya bukan unta iniyang memikul beban ”.Kemudian si pemuda menelitiapakah beban itu benar-benarberada diatas punggung ontatersebut. Barulah ia percayasetelah melihat beban itumengambang satu jengkal diatas punggung unta danbinatang itu sedikitpun tidakmemikul beban tersebut.“ Maha besar Allah, benar-benar menakjubkan!”, seru sipemuda.”Jika kusembunyikankenyataan yang sebenarnyamengenai diriku, engkau akanmelontarkan celaankepadaku ”, kata Abu Yazidkepadanya. “Tetapi jikakujelaskan kenyataan itukepadamu, engkau tidakdapat memahaminya.Bagaimana seharusnyasikapku kepadamu ?”MI’ROJAbu Yazid berkisah, “Dengantatapan yang pasti akumemandang Allah setelah Diamembebaskan diriku darisemua makhluk-Nya,menerangi diriku denganCahaya-Nya, membukakankeajaiban-keajaiban rahasia-Nya dan menunjukkankebesaran-Nya kepadaku.Setelah menatap Allah akupunmemandang diriku sendiri danmerenungi rahasia sertahakekat diri ini. Cahaya dirikuadalah kegelapan jikadibandingkan dengan Cahaya-Nya, kebesaran diriku sangatkecil jika dibandingkan dengankebesaran-Nya, kemuliaandiriku hanyalah kesombonganyang sia-sia jika dibandingkandengan kemuliaan-Nya. Didalam Allah segalanya sucisedang didalam dirikusegalanya kotor dan cemar.Bila kurenungi kembali, makatahulah aku bahwa aku hidupkarena cahaya Allah. Akumenyadari kemuliaan dirikubersumber dari kemuliaan dankebesaran-Nya. Apapun yangtelah kulakukan, hanyakarena kemaha kuasaan-Nya.Apapun yang telah terlihatoleh mata lahirku, sebenarnyamelalui Dia. Aku memandangdengan mata keadilan danrealitas. Segala kebaktiankubersumber dari Allah, bukandari diriku sendiri, sedangselama ini aku beranggapanbahwa akulah yang berbaktikepada-Nya.Hiasilah diriku dengan ke-Esaan-Mu, sehingga apabilahamba-hamba-Mumemandangku yangterpandang oleh merekaadalah ciptaan-Mu. Danmereka akan melihat SangPencipta mata, bukan dirikuini ”. Keinginanku inidikabulkan-Nya. Ditaruh-Nyamahkota kemurahan hati keatas kepalaku dan Iamembantuku mengalahkanjasmaniku. Setelah itu, Diaberkata, “temuilah hamba-hamba-Ku itu”. Makakulanjutkan pulapengembaraan yang takberkesudahan di lautan tanpatepi itu untuk beberapa lama,aku katakan, “Tidak adaseorang manusiapun yangpernah mencapai kemuliaanyang lebih tinggi daripadayang telah kucapai ini. Tidakmungkin ada tingkatan yanglebih tinggi daripada ini ”.Tetapi ketika kutajamkanpandangan ternyata kepalakumasih berada di telapak kakiseorang Nabi. Maka sadarlahaku, bahwa tingkat terakhiryang dapat dicapai olehmanusia-manusia sucihanyalah sebagai tingkatanawal dari kenabian. Mengenaitingkat terakhir dari kenabiantidak dapat kubayangkan.Kemudian ruhku menembussegala penjuru di dalamkerajaan Allah. Surga danneraka ditunjukkan kepadaruhku itu tetapi ia tidakpeduli. Apakah yang dapatmenghadang dan membuatnyapeduli ?.Semua sukma yang bukanNabi yang ditemuinya tidakdipedulikannya. Ketika ruhkumencapai sukma manusiakesayangan Allah, NabiMuhammad SAW, terlihatlaholehku seratus ribu lautan apiyang tiada bertepi dan seributirai cahaya. Seandainyakujejakkan kaki ke dalamlautan api yang pertama itu,niscaya aku hangus binasa.Aku sedemikian gentar danbingung sehinga aku menjadisirna. Tetapi betapapun besarkeinginanku, aku tidak beranimemandang tiangperkemahan MuhammadRasulullah Saw. Walaupun akutelah berjumpa dengan Allah,tetapi aku tidak beraniberjumpa dengan MuhammadRasulullah Saw. KemudianAbu Yazid berkata, “Ya Allah,segala sesuatu yang telahterlihat olehku adalah akusendiri. Bagiku tiada jalanyang menuju kepada-Muselama aku ini masih ada. Akutidak dapat menembuskeakuan ini, apakah yangharus kulakukan ?” Makaterdengarlah perintah, “Untukmelepas keakuanmu ituikutilah kekasih Kami,Muhammad Saw. Usaplahmatamu dengan debu kakinyadan ikutilah jejaknya. Makaterjunlah aku ke dalam lautanapi yang tak bertepi dankutenggelamkan dirikukedalam tirai-tirai cahayayang mengelilingi MuhammadRasululah Saw. Dan kemudiantak kulihat diriku sendiri, yangkulihat Muhammad RasulullahSaw. Aku terdampar dankulihat Abu Yazid berkata, ”aku adalah debu kakiMuhammad, maka aku akanmengikuti jejak beliau Saw.Suatu hari Abu Yazid berjalan-jalan dengan beberapa orangmuridnya. Jalan yang sedangmereka lalui sempit dan dariarah yang berlawanandatanglah seekor anjing. AbuYazid menyingkir kepinggiruntuk memberi jalan kepadabinatang itu. Salah seorangmurid tidak menyetujuiperbuatan Abu Yazid ini danberkata, ” Allah Yang MahaBesar telah memuliakanmanusia di atas segalamakhluk-makhluk-Nya. AbuYazid adalah “Raja diantarakaum mistik”, tetapi denganketinggian martabatnya itubeserta murid-muridnya yangtaat masih memberi jalankepada seekor anjing. Apakahpantas perbuatan sepertiitu ?” Abu Yazid menjawab,”Anak muda, anjing tadi secaradiam-diam telah berkatakepadaku, ‘Apakah dosakudan apakah pahalamu padaawal kejadian sehingga akuberpakaian kulit anjing danengkau mengenakan jubahkehormatan sebagai rajadiantara para mistik ?’.Begitulah yang sampai dalampikiranku dan karena itulahaku memberi jalankepadanya ”.Ada seorang pertapa di antaratokoh suci terkenal diBustham yang mempunyaibanyak pengikut danpengagum, tetapi ia sendirisenantiasa mengikutipelajaran yang diberikan olehAbu Yazid. Dengan tekun iamendengarkan ceramah-ceramah Abu Yazid dan dudukbersama sahabat-sahabatbeliau. Pada suatu hariberkatalah ia kepada AbuYazid, “pada hari ini genaptiga puluh tahun lamanya akuberpuasa dan memanjatkando ’a sepanjang malamsehingga aku tidak pernahtidur. Namun pengetahuanyang engkau sampaikan inibelum pernah menyentuhhatiku. Walau demikian akupercaya kepada pengetahuanitu dan senang mendengarkanceramah-ceramahmu ”.“Walaupun engkau berpuasasiang malam selama tiga ratustahun, sedikitpun dariceramahku ini tidak akandapat engkau hayati ”.“Mengapa demikian ?”, tanyasi murid. “Karena matamutertutup oleh dirimu sendiri”,jawab Abu Yazid. “Apakahyang harus kulakukan ?”,tanya si murid pula. “Jikakukatakan, pasti engkau tidakmau menerimanya ”, jawabAbu Yazid. “Akan kuterima !.Katakanlah kepadaku agarkulakukan seperti yangengkau petuahkan ”.“Baiklah!”, jawab Abu Yazid.“Sekarang ini juga, cukurlahjanggut dan rambutmu.Tanggalkan pakaian yangsedang engkau kenakan dangantilah dengan cawat yangterbuat dari bulu domba.Gantungkan sebungkuskacang dilehermu, kemudianpergilah ke tempat ramai.Kumpulkan anak-anaksebanyak mungkin dankatakan pada mereka, ”Akankuberikan sebutir kacangkepada setiap orang yangmenampar kepalaku ”. Dengancara yang sama pergilahberkeliling kota, terutamasekali ke tempat dimanaorang-orang sudahmengenalmu. Itulah yangharus engkau lakukan ”.“Maha besar Allah! TiadaTuhan kecuali Allah”, cetus simurid setelah mendengarkata-kata Abu Yazid itu. “Jikaseorang kafir mengucapkankata-kata itu niscaya iamenjadi seorang Muslim ”,kata Abu Yazid. “Tetapidengan mengucapkan kata-kata yang sama engkau telahmempersekutukan Allah ”.“Mengapa begitu ?”, tanya simurid. “Karena engkaumerasa bahwa dirimu terlalumulia untuk berbuat sepertiyang telah kukatakan tadi.Kemudian engkaumencetuskan kata-kata tadiuntuk menunjukkan bahwaengkau adalah seorangpenting, dan bukan untukmemuliakan Allah. Dengandemikian bukankah engkautelah mempersekutukanAllah ?”. “Saran-saranmu taditidak dapat kulaksanakan.Berikanlah saran-saran yanglain ”, si murid keberatan.“Hanya itu yang dapatkusarankan”, Abu Yazidmenegaskan. “Aku taksanggup melaksanakannya”, simurid mengulangi kata-katanya. “Bukankah telah akukatakan bahwa engkau tidakakan sanggup untukmelaksanakannya dan engkautidak akan menuruti kata-kataku ”, kata Abu Yazid. (Besimesti dipanasi untuk dijadikanpedang, batu kotor mestidigosok supaya jadi berlian.“ Gosoklah berlian imanmudengan Laa illaha ilAllah”.‘Jadidu Imanakum bi Laa illahailAllah’).“Engkau dapat berjalan di atasair”, orang-orang berkatakepada Abu Yazid. “Sepotongkayupun dapat melakukan halitu ”, jawab Abu Yazid.“Engkau dapat terbang diangkasa”. “Seekor burung pundapat melakukan itu”.“Engkau dapat pergi keKa’bah dalam satu malam”. ”Setiap orang sakti dapatmelakukan perjalanan dariIndia ke Demavand dalam satumalam ”. “Jika demikianapakah yang harus dilakukanoleh manusia-manusiasejati ?”, mereka bertanyakepada Abu Yazid. Abu Yazidmenjawab, “Seorang manusiasejati tidak akan menautkanhatinya kepada selain AllahSwt.Sedemikian khusyuknya AbuYazid dalam berbakti kepadaAllah, sehingga setiap hariapabila ditegur oleh muridnya,yang senantiasa menyertainyaselama 20 tahun, ia akanbertanya,” Anakku, siapakahnamamu ?” Suatu ketika simurid berkata pada AbuYazid, ”Guru, apakah engkaumemperolok-olokkanku. Telah20 tahun aku mengabdikepadamu, tetapi, setiap hariengkau menanyakannamaku ”. “Anakku”, AbuYazid menjawab,”aku tidakmemperolok-olokkanmu.Tetapi nama-Nya telahmemenuhi hatiku dan telahmenyisihkan nama-nama yanglain. Setiap kali akumendengar sebuah nama yanglain, segeralah nama ituterlupakan olehku ”.Abu Yazid mengisahkan :Suatu hari ketika sedangduduk-duduk, datanglahsebuah pikiran ke dalambenakku bahwa aku adalahSyaikh dan tokoh suci zamanini. Tetapi begitu hal ituterpikirkan olehku, akusegera sadar bahwa aku telahmelakukan dosa besar. Akulalu bangkit dan berangkat keKhurazan. Di sebuahpersinggahan aku berhentidan bersumpah tidak akanmeninggalkan tempat itusebelum Allah mengutusseseorang untuk membukakanhatiku. Tiga hari tiga malamaku tinggal di persinggahanitu. Pada hari yang ke-empatkulihat seseorang yangbermata satu denganmenunggang seekor untasedang datang ke tempatpersinggahan itu. Setelahmengamati dengan seksama,terlihat olehku tanda-tandakesadaran Ilahi di dalamdirinya. Aku mengisyaratkanagar unta itu berhenti laluunta itu segera menekukkankaki-kaki depannya. Lelakibermata satu itumemandangiku. “Sejauh iniengkau memanggilku”,katanya,” hanya untukmembukakan mata yangtertutup dan membukakanpintu yang terkunci sertauntuk menenggelamkanpenduduk Bustham bersamaAbu Yazid ?”"Aku jatuh lunglai.Kemudian aku bertanyakepada orangitu, ”Darimanakah engkaudatang?” “Sejak engkaubersumpah itu telah beribu-ribu mil yang kutempuh ”,kemudian iamenambahkan,”berhati-hatilah Abu Yazid, Jagalahhatimu !”Setelah berkatademikian ia berpaling darikudan meninggalkan tempat itu.Menolak mereka hanyakarena keingkaran mereka.Segala sesuatu yangkulakukan hanyalah debu.Kepada setiap perbuatankuyang tidak berkenan kepada-Mu limpahkanlah ampunan-Mu. Basuhlah debukeingkaran dari dalam dirikukarena akupun telahmembasuh debu kelancangankarena mengaku telahmematuhi-Mu. Kemudian AbuYazid menghembuskan nafasterakhirnya dengan menyebutnama Allah pada tahun 261H /874 M


Kamis, 05 Juli 2012

TAFSIR SURAH YASIN OLEH Syeikh Muhyiddin Ibnu Araby


YaaSiin
Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari Rasul-rasul, yang berada di jalan lurus, sebagai wahyu yang diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak leluhur mereka belum pernah diberi
peringatan, karena itu mereka alpa. (Q.s. Yaasiin 1-6)

Yaasiin. Allah swt bersumpah dengan dua hal yang menunjuk kesiapan paripurnanya, sebagaimana Allah swt menyebutnya dalam surat Thaha (dan demi Al-Qur’an yang penuh hikmah) yang merupakan keparipurnaan penuh, yang selaras dengan kesiapannya, dan karena itu merupakan sebab segala perkara dari para Rasul melalui jalan Tauhid yang disifati dengan predikat Istiqomah.
Huruf (Ya’) merupakan isyarat atas NamaNya yang Maha Memelihara, dan huruf (Siin) pada Namanya As-Salaam yang menjaga keselamatan fitrah anda dari segala kekurangan di zaman Azali. Dijaga dari bencana hijab hasrat bangkit dan ibadah. As-Salaam merupakan kenyataan dan sekaligus pokok utamanya. 

Sedangkan al-Qur’an yang penuh bijaksana merupakan proyeksi atau gambaran atas keparipurnaan As-Salaam itu sendiri, yang mengintegrasikan seluruh keparipurnaan, yang mengandung berbagai hikmah agung.

Sesunggunhnya kamu (Muhammad saw.), -- disebabkan oleh tiga hal di atas – tergolong orang-orang yang diutus (para Rasul).
Sebagai Wahyu dari Yang Maha Perkasa nan Penyayang, yakni Al-Qur’an yang memiliki kandungan universal bagi hikmah, yang merupakan cermin kesiapaan paripurna anda. Wahyu yang turun dengan manifestasinya, mengurai dari kandungan global atas hamparan manifestasimu, agar bisa menjadi pembeda dari Yang Maha Perkasa nan Mengalahkan, Yang Mengalahkan seluruh keakuanmu, dan sifat bangkitmu dan Maha PerkasaNya dengan kekuatanNya agar dirimu tidak “muncul”, serta menghalangi munculnya Al-Qur’an yang tersembunyi dalam batinmu pada tempat hamparan hatimu, serta proyeksi sebagai pembeda.

Allah Yang Maha Penyayang, Yang  memanifestasikan sifat PenyayangNya padamu melalui penampilan nyata Sifat-sifat keparipurnaan dengan segala pirantinya.

Agar kamu memberi peringatan kepada kaum, dimana bapak leluhurnya belum pernah meraih keparipurnaan sebagaimana – seharusnya  ada pada --kesiapan paripurna mereka.  Dan mereka belum pernah mendapatkan peringatan sebagaimana peringatanmu kepada mereka.

“Dan mereka dalam keadaan alpa” atas apa yang diturunkan pada mereka, karena mereka tidak memiliki kesiapan sampai batas paripurna.
“Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, maka mereka tidak beriman. Sesungguhnya Kami  telah memasang belenggu di leher mereka lalu tangan mereka diangkat kedagu, maka karena itu mereka tertengadah.  Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding, maka Kami tutup mereka lalu mereka tidak bisa melihat.

Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang yang mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Rahman dengan batin ghaibnya, maka berilah kabar gembira  dengan ampunan dan pahala yang mulia
 (dari Tuhannya). Sesungguhnya Kami menghidupkan yang mati dan Kami menuliskan apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan  dalam Kitab Induk yang nyata.” (Q.s. Yaasiin 7-12)

(Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka,)  telah berlaku ketentuan Allah Ta’ala bahwa mereka adalah golongan orang-orang celaka.
(Maka mereka tidak beriman.) Sebab manakala kesiapan-kesiapan munculmu menguat kokoh, menguat pula bencana celaka mereka dalam kejahatan, sebagaimana menguatnya orang-orang yang diberi kebahagiaan dakam kebajikan.

(Sesungguhnya Kami  telah memasang belenggu di leher mereka) berupa belenggu watak laghiriyah kesenangan badani dan menyenangi dosa-dosa yang hina.

(Lalu tangan mereka diangkat ke dagu,) yang menghalangi kepala mereka untuk menunduk, menerima anugerahNya, karena leher mereka yang merupakan ruas-ruas menyambung ke kepala, hingga batas kepala itu dari bawah, sampai menolak penerimaan hidayah, tidak bisa dipengaruhi oleh aktivitas, tidak bisa condong untuk rukuk dan sujud dalam rangka pefanaan. Karena proses kepatripurnaan manusia tidak akan berhasil kecuali dengan rasa hina dina di hadapanNya, serta remuk redam jiwanya.

(Maka karena itu mereka tertengadah.) Terhalang dari kemampuan menerimaNya, sebab kepala-kepala mereka lebih mendongak.

(Dan Kami jadikan di hadapan mereka dinding) dari Arah Ilahi melalui hijab nafsu dan sifat-sifatnya yang menguasai hati, hingga terhalang untuk memandang ke atas dalam rangka merindukan pertemuan Al-Haq Ta’ala saat  memandang Cahaya KemahaindahanNya.

(Dan di belakang mereka dinding,)  dari arah badan kasarnya berupa hijab watak alam jasmani dankenikmatan fisik yang menghalangi atas upaya melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya. Sehingga mereka terhalang untuk beramal shaleh yang dinilai sebagai kebajikan. 
Serta mereka terhalang dari Sifat-sifat JalaliyahNya (KemahabesaranNya)  maka Kami tutup mereka lalu mereka tidak bisa melihat jalan pengetahuan dan amal baik, karena mereka terpaku pada berhala-berhala badan dengan penuh kekacauan ketika menyembahnya. Berhala yang tidak memiliki kemampuan apa-apa.

(Maka Kami tutup mereka)  dengan Kami tenggelamkan dalam alam imajiner serta terlingkup oleh pakaian-pakaian fisik). 
( Lalu mereka tidak bisa melihat.) disebabkan oleh tebalnya hijab dari berbagai arah yang melingkupi mereka, hingga mereka tak melihat apa pun dan tak ada bekas-bekasnya, lalu ada peringatan maupun tidak tetap saja sama.

(Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan) yakni memberi pengaruh peringatan tersebut (kepada orang yang mengikuti peringatan) karena cahaya kesiapan dan sifat-sifatnya, yang menyebabkan pengaruh hidayah atas kesiapan menerimanya, berupa Tauhid Fitri, dan Ma’rifat Orisinal, hingga mereka berdzikir dan (takut kepada Tuhan Yang Maha Rahman dengan batin ghaibnya,)  yang tervisualkan melalui keagunganNya dengan ketersembunyian TajalliNya, lalu mereka menempuh jalan agar sampai kepada yang tak tampak di matanya, namun bisa melihat melalui CahayaNya.

(Maka berilah kabar gembira  dengan ampunan) yang agung karena Allah telah membuka hijab tindakanNya, Sifat dan DzatNya.

(Dan pahala yang mulia (dari Tuhannya).  Dari sisi TindakanNya, Sifat dan DzatNya itu.
Sesungguhnya Kami menghidupkan yang mati dan Kami menuliskan apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan  dalam Kitab Induk yang nyata.

Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka, (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya, kemudian

Kami kuatkan dengan utusan yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: ”Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.”
Mereka menjawab, “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.”
Mereka berkata, “Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu, dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.”

Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapatkan siksaan yang pedih dari kami.”

Utusan-utusan itu berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.”

Syeikh Muhyiddin Ibnu Araby mengatakan, bahwa penduduk negeri dalam perumpaan itu adalah “penduduk negeri fisik”, dan utusan-utusan yang berjumlah tiga itu, adalah Ruh, Qalbu dan Akal.

Namun Ruh dan Qalbu tetap saja tidak membuat mereka terbuka, karena mereka tidak bisa berkelindan secara konjungtif, yang menyebabkan penduduk alam fisik dengan nuansa serba materi itu mendustakan utusan-utusan tersebut. Dan mereka pun kontra dalam soal cahaya dan kegelapan. Lalu dikuatkan dengan utusan akal, yang berkorelasi dengan nafsu dalam soal kemaslahatan dan kesuksesan.
Pada ayat di atas menjadi pelajaran berharga bagi kondisi dunia hari ini, kondisi Indonesia hari ini, kondisi masyarakat dan ummat kita hari ini, dan kondisi keluarga serta individu kita masing-masing.

Runtuhnya suatu bangsa-bangsa di dunia, maupun runtuhnya individu dan ummat, karena mereka terperosok oleh materialisme dan serba hedonis dalam cakrawala pandang mereka. Sehingga cahaya Ruh dan Qalbu yang menjadi limpahan dari Cahaya Ilahiyah, senantiasa ditolak, kalau perlu malah dihancurkan.

Kata “Rajam” biasanya ada hubungannya dengan sebuah sanksi fisik yang dilakukan dengan melempar batu. Metafor “rajam” dari para pengingkar itu, menunjukkan betapa hati mereka telah membatu dan digunakan sebagai senjata untuk melawan terangnya cahaya Qalbu dan Ruh.

Sebuah tragedi negeri mana pun atau ummat Islam sendiri, semata karena tiga tonggak dalam bangunan kepribadian spiritualnya runtuh: Ruh, Qalbu dan Akal.

Akal, digambarkan sebagai “utusan ketiga” karena dua utusan sebelumnya tidak dianggap masuk akal. Toh penjelasan akal rasional pun mereka tolak karena kegelapan sudah menyelimuti qalbu dan ruh mereka.

Akal sepertinya senjata terakhir karena akal masih berhubungan dengan timbangan nafsu yang bicara sukses dan gagal. Itupun ditolak juga.

Kaum matererialis senantiasa menolak kehadiran cahaya ruhani, karena mereka berfikir jika cahaya hadir, seluruh kegelapan nafsu yang selama ini mereka jadikan pegangan dan ideologi, belum lagi dukungan tipu muslihat atas nama politik, atas nama strategi, atas nama Tuhan sekali pun.

Psikologi manusia modern telah diaduk-aduk oleh kegelapan, dan muncul nuansa kelabu yang dinilai oleh mereka sebagai “janji penyelamatan manusia”. Padahal apa pun alasannya mereka telah mengalami kesesatan yang jauh.

“Dan suatu tanda kekuasaan Allah bagi mereka adanya malam, Kami tanggalkan siang dari malam itu, tiba-tiba mereka dalam kegelapan.”
Suatu tanda kebesaran Allah swt, adalah “malam kegelapan nafsu”

 yang ditanggalkan oleh “siangnya cahaya matahari ruh” dan ragam kondisi ruhani, tiba-tiba mereka berada dalam kegelapan hijab. Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah takdir dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. “Matahari ruh” yang berjalan pada edar maqomnya, yaitu Maqom Al-Haq swt,  dalam akhir perjalanan ruh.
Semua itu adalah takdir Yang Maha Perkasa, dimana KeperkasaanNya yang bisa menghalangi mereka untuk sampai ke Hadhirat AhadiyahNya, Yang Mengalahkan segalaNya dengan Sifat PaksaNya dan kefanaan makhlukNya. Allah Yang Maha Tahu, yang mengetahui batas kesempurnaan setiap perjalanan dan akhirnya.
Dan telah Kami tetapkan rembulan, manzilah-manzilah, sehingga ketika sampai pada manzilah terakhir kembalilah dia sebagaimana bentuk tandan yang tua.
Sedangkan  “Rembulan Qalbu” Kami tetapkan peredaran dalam perjalanannya menempuh maqomat (manazil-manazil) antara lain seperti maqom al-Khauf, Ar-Raja’, Sabar, Syukur, dan seluruh maqomat semisal Tawakal, dan Ridlo, sehingga kembali ketika fana’ dalam ruhnya di dalam maqom Sirr, “sebagaimana tandan yang matang”, yang menggambarkan kematangan jiwa dengan kecerahan wajah hati yang mengiringi Ruh sebelum sempurna kefanaannya, dan ketiuka terhijab cahayanya oleh nafsu dan kekuatan dirinya. Dan posisinya sebagai “purnama” karena posisinya ada di dalam dada yang berhadapan dengan maqom Sirr.
Tidak layaklah matahari bertemu bulan, dan tidak pula malam  mendahului siang. Dean masing-masing berada dalam garis edarnya.
Tidak layaklah matahari “ruh” bertemu bulan qalbu, dalam perjalanan ruhaninya , sehingga meraih keparipurnaan batin berupa sifat meliputi keseluruhan semesta, dan tajalli dengan Akhlaq dan Sifat. Dan tidak pula malam  mendahului siang, dengan pertyemuan matahari dan bulan, serta perubahan kegelapan nafsu menjadi siangnya cahaya qalbu.
Karena rembulan qalbu ketika menanjak ke maqom ruh,  maka ruh akan sampai ke Hadhirat Wahdah (Kestauan) makanya tidak akan bertemu.
Pada saat itulah nafsu menjadi luapan api dalam qalbu yang tak lagi berada dalam kegelapannya, dan kegelapannya tidak akan melampaui cahanya, bahkan kegelapannya sirna. Hanya saja Qalbu dan cahanya berada di maqom Ruh, makanya tidak akan mendahuluinya menurut ketentuan baqo’Nya maqom Ruh.

Dan masing-masing berada dalam garis edarnya, berjalan, dengan ketentuan dalam awal perjalanan dan akhirnya, yang tidak melampaui dua kenyataan, berjalan sampai Allah swt memadukan antara dua ketentuan itu dalam satu garis, lalu rembulan sirna dan matahari terbit dari arah tenggelamnya, ketika itulah qiyamat tiba.
Dan suatu tanda bagi mereka adalah Kami angkat keturunan mereka dalam bahtera yang penuh dengan muatan.
Yaitu kapal Nuh as, yang didalamnya ada rahasia yang sangat dahsyat, dimana rahasianya tidak diceritakan oleh pendahulu mereka. Maka harus ada keluarga dan keturunan yang bersambung.
Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu.
Sebagaimana Kapal Nuh, yaitu Kapal Muhammadiyah yang sempurna untuk dikendarai menuju kepadaNya.
Dan jika Kami menghendaki, Kami bisa tenggelamkan mereka, bagi tiada lagi penolong bagi mereka, dan tidak pula mereka diselematkan.
Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai pada masa yang ditentukan.
37. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam” kegelapan nafsu; “Kami tanggalkan siang dari malam itu,” dan cahaya matahari ruh serta aneka ragam ruhani,  maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan,

38. Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. 
“Dan matahari”  ruh, berjalan di tempat peredarannya, yaitu  Maqom Al-Haq Ta’ala dalam puncak perjalanan ruh. “Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa,”  Yang menghadang siapa pun untuk sampai ke Hadhirat AhadiyahNya, Yang Mengalahkan segalanya dengan Maha PaksaNya dan kefanaan lainNya,  “lagi Maha Mengetahui,”  kesempurnaan perjalanan dan akhir tujuan para hambaNya.

39. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan Yang tua 1268).
“Dan telah Kami tetapkan  “ perjalanan  dalam orientasi  perjalanan jiwanya, “bagi bulan” Qalbu,  berbagai “manzilah-manzilah,” seperti Khouf, Raja’ Sabar, Syukur,  dan sejumlah maqomat seperti Tawakkal,  dan Ridho, “ sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir)”  saat fana’ dalam ruh di maqom rahasia ruh (sirr), ” maka kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua,” yang menyerupai kebahagiaan di dalamnya dan kecerahabn  wajahnya yang memasuki gerbang Ruh sebelum sempurna, sekaligus ketersembuntyiannya dari nafsu dan potensi dari pencahayaanNya. Bahwa kemudian ia menjadi purnama, karena posisinya dalam dada yang sedang menghadap ke maqom Sirr.

40. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. 
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan” dalam perjalanannya, hingga ia meraih kepairpurnaan dada ruhaniyah yang meliputi kondisi semesta raya, dan menjadikan dirinya sebagai Tajally Akhlaq (Ilahi) dan Sifat. “Dan malampun tidak dapat mendahului siang,” dengan bertemunya bulan pada matahari, serta berubahnya kegelapan nafsu menjadi siangnya cahaya Qalbu. 
Karena rembulan qalbu ketika menanjak ke maqom ruh, maka ruh sampai pada Hadlratul Wahdah (hadirat Kesatuan), hingga tidak akan pernah bertemu. Pada saat itulah Nafsu menjadi  api penerang  di Maqom Qalbu, hingga tidak ada kegelapan baginya, dan sebaliknya kegelapan nafsu tidak melampaui cahaya qalbu, bahkan kegelapan jadi sirna.  Hanya saja, Qalbu dan cahayanya berada di Maqom Ruh.  Sama sekali, Qalbu tidak melampui batas keabadian maqom Ruh. “Dan masing-masing beredar” di posisi perjalanannya, tertentukan di awal mula dan akhirnya, satu sama lain tidak saling melampaui “ pada garis edarnya,” sampai Allah swt memadukan diantara keduanya dalam satu batas, dan bulan jadi gerhana, lalu matahari terbit dari barat (tempat tenggelamnya), lalu jadilah qiyamat.

41. Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan.
“Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan,” yaitu bahtera Nuh yang di dalamnya ada rahasia dibalik rahasia yang nyata, yang tidak pernah tersebutkan oleh leluhur mereka, bahkan keluarga mereka yang ada kandungan mereka, hingga harus adanya keluarga-keluarga saat itu.

42. Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu.
“Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu,” seperti metaphor bahtera Nuh, yaitu Bahtera Al-Muhammadiyyah yang bisa mereka kendarai.

43. Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan.
Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan.

44. Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.
Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.

45. Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Takutlah kamu akan siksa yang di hadapanmu dan siksa yang akan datang supaya kamu mendapat rahmat”, (niscaya mereka berpaling).
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Takutlah kamu akan apa yang di hadapanmu”  berupa kiamat Kubro, dan siksa yang akan datang, (berupa kiamat shughro). Kiamat yang pertama dating dari arah Allah Azza wa-Jalla, sedangkan kiamat kedua datang dari arah diri melalui fana’ dalam Allah swt, di dunia, berikutnya menyendiri dari situasi dan kondisi fisik dan menyemalatkan diri darinya.  Agar kamu mendapat rahmat”,
46. Dan sekali-kali tiada datang kepada mereka suatu tanda dari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, melainkan mereka selalu berpaling daripadanya.Dan sekali-kali tiada datang kepada mereka suatu tanda dari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, melainkan mereka selalu berpaling daripadanya. (Mereka berpaling karena tertirai hijab, yang menimbulkan kontra kepada Allah swt, sebab nafsu mereka mengkristal dalam hijab itu sendiri sehingga mereka tersiksa.)
47. Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Nafkahkanlah sebahagian dari rezki yang diberikan Allah kepadamu”, maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman: “Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan, tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata”.
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Nafkahkanlah sebahagian dari rezki yang diberikan Allah kepadamu”, maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman: “Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan, tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata”.
Mereka tersesat karena mereka berkata dari kegelapan jiwanya. Kegelapan nafsu dan jasad, yang terus menerus membangun sikap sinis kepada Ketuhanan Allah swt., kekuasaanNya dan RahmatNya.
Bahasa-bahasa yang keluar dari diri mereka adalah bahasa nafsu, bahasa kesombongan, bahasa pengandalan pada “keakuan” yang telah menjadi berhala bagi mereka sendiri.
48. Dan mereka betkata: “Bilakah (terjadinya) janji ini (hari berbangkit) jika kamu adalah orang-orang yang benar?” Sebuah pertanyaan sinis atas kekafiran  dirinya kepada Allah swt.
49. Mereka tidak menunggu melainkan satu teriakan saja1270) yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar.
Nafsu mereka bertengkar dengan ruh mereka, nafsu mereka menguasai diri mereka, dan dikipas-kipas oleh syetan.
50. Lalu mereka tidak kuasa membuat suatu wasiatpun dan tidak (pula) dapat kembali kepada keluarganya.
Keadaan orang-orang mu`min di hari kiamat.

51. Dan ditiuplah sangkakala1271), maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka.
52. Mereka berkata: “Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dati tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul(Nya).
53. Tidak adakah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami.
Teriakan ketidakberdayaan, kehinaan, ketidakmampuan, dan teriakan kefakiran yang sangat mengejutkan selama ini atas diri mereka yang terbungkus oleh semesta kemakhlukannya.
54. Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.
Amal seseorang menentukan kualifikasi kema’rifatannya. Bukannya berarti amal itu sebagai visa untuk bertemu dengan Allah swt? Bukan. Namun seorang hamba harus menggantungkan diri dan mengandalkan Allah Yang Menciptakan amal bagi hambaNya.

60. Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”, Bukankah Aku telah memerintahkan melalui janji di zaman Azali dalam Perjanjian Fitrah, agar kalian tidak menyembah Syetan, yaitu menyembah kegelapan hijab keragaman, dan mengikuti ajakan imajinasi.
Syetan adalah instrument Iblis, karena menurut Syeikh Abdul Karim Al-Jiily, syetan lahir dari perzinahan Iblis dengan hawa nafsu di pasar duniawi, lalu lahirlah ruibuan syetan yang menjadi alat hijab itu.

61. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Ini lah jalan yang lurus.
Jalan yang lurus adalah Jalan Penyatuan Musyahadah dalam kefanaan hamba menuju Baqa’Nya. Itulah puncak  maqom Tauhid.

62. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak berakal sehat?
Penyesatan syetan dari satu generasi ke generasi, adalah usahanya terus menerus agar manusia masuk dalam hijab kegelapannya, dan jauh dari Nur Tauhid itu sendiri, sehingga ia tidak menyadari akan Perjanjian Fitrahnya, ketika masih menjadi Ahsanu Taqwim, sebaik-baik makhluk.
Akal sehat adalah wujud matahati yang memandang dengan Nur Ilahi. Bila akal sehat berapresiasi, maka ia mampu menembus tirai-tirai kegelapan. Sebab puncak kegelapan itulah yang disebut dengan Jahanam.

63. lnilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya).
64. Masuklah ke dalamnya pada hari ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya.
Masuklah dengan jubah kegelapan syetanmu, yang melemparkan dirimu jauh dari CahayaNya, apalagi penyatuan dalam ma’rifatNya.
Disebutkan bahwa setiap orang kafir ada sumur di neraka yang 
mereka ada di dalamnya, namun ia tidak tahu dan tidak mengerti, dan itulah gambaran penghijaban gulita yang ada pada diri mereka.

65. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.
Tangan dan kaki akan menampakkan bentuk perilaku mereka 
dengan watak dan sifatnya, sehingga tidak satu pun yang terdustakan di sini. Sementara mulut terkunci. Yang berbicara bukan lagi mulutnya tetapi perilakunya, sesuai dengan  watak naluri perbuatannya.

66. Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka betapakah mereka dapat melihat(nya).

67. Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami rubah mereka di tempat mereka berada; maka mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali.
Itu karena mereka tidak memandang dengan mata hati, tetapi mata hijabnya yang justru membutakan matahatinya. Begitu juga  mereka berposisi dengan posisi nafsunya, dengan ambisi hijab duniawinya, hijab kesenangannya, hijab keakuannya.

68. Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?
Maksudnya adalah kejadian utama di seperti di zaman Azali dulu.

69. Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan.

70. Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.
Karena Rasulullah saw, adalah  Dzikir dan Al-Qur’an yang nyata itu sendiri, sebagaimana disebutkan, “Akhlaqnya adalah Al-Qur’an”. Hidupnya hati dengan Dzikrullah, karena Dzikrullah yang hakiki adalah hidupnya Al-Qur’an.

71. Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?

72. Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan.

73. Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?
Tetapi sebaliknya, mereka malah menjadi layaknya binatang-binatang, yang hanya menyembah nafsunya sendiri, egonya sendiri, kebinatangannya sendiri, bahkan ia telah menjadi kendaraan bagi para binatangnya sendiri. Nafsu itu bersumber pada kebuasan dan kebinatangan hewaniyah, yang di satu sisi bisa menumpahkan darah, kekerasan, dan di sisi lain bisa menghancurkan bumi dan isinya karena hewaniyahnya yang liar dalam pemuasan.
Mereka memilki berhala-berhala hijab yang dipatungkan dalam nafsu mereka, dan diagungkan dalam imajinasi khayal mereka. Itulah yang disebut ayat berikut:

74. Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.
75. Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka; padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka.
Karena berhala itu hanyalah imajiner, tuhan khayalan, dan mimpi di atas mimpi yang menyeret mereka dalam ambisi nafsunya, seakan-akan dengan ego dan keakuannya mereka bisa hebat, bisa menguasai dunia, bisa menaklukkan makhluk. Bagaimana sesuatu yang mustahil akan mendapatkan pertolongan dari kemustahilannya?

76. Maka janganlah ucapan mereka menyedihkan kamu. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.
Pertolongan hanya dari Allah Ta’ala, dan makhluk itu tak berdaya, tak memiliki kemampuan apa-apa. Jangan sampai kegelapan makhluk menjadikan ancaman bagi kesedihan, karena kegelapan makhluk adalah kehinaan itu sendiri. 

77. Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari Setitik air (mani), maka tiba-tiba Ia menjadi penantang yang nyata!
Ketidaksadaran akan bahan bakunya yang hina, justru semakin menyombongkan mereka. Dan kesombongan adalah bentuk kontra terhadap Penciptanya. Setiap orang yang menyombongkan dirinya, pasti merasa lebih dari lainnya. Dan kesombongan adalah buah dari hijab yang pertama, karena Iblis memang terus memproduksi keangkuhan dan kesombongan itu sendiri.

78. Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; Ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?”
Lapisan hijab akan terus menumpuk pertanyaan sinis kepada kebenaran dan hakikatnya. Bagaimana mereka sampai bertanya demikian? Mereka pasti alpa bahwa sebelumnya mereka bukan apa-apa dan tidak ada.

79. Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,

80. yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”
Allah swt, dengan Maha KuasaNya, tentu berkehendak apa saja yang Dia KehendakiNya. Manusia kafir hanya bisa mengaku-aku, mengklaim, merasa berdaya dan kuat.

81. Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar. Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.
Tidak ada yang tidak diketahui oleh Allah swt, karena Allah swt, Maha Meliputi segalanya. Apakah segalanya ini bisa menghijab Allah swt, sedangkan segalanya hanyalah ciptaanNya? 

82. Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. KehendakNya pada sesuatu, akan terjadi tanpa jarak rentang waktu maupun ruang.

83. Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. 

Maha Suci Allah dari kelemahan, Maha Suci dari serupa dengan jasad dan fisik, dimana fisik itu berhubungan dengan ruang dan waktu, yang justru ada di TanganNya. Segala semesta ada di KekuasaanNya, dan hanya kepadaNya lah segalanya berfana’ dan berakhir.
Wallahu A’lam.






HubbuLLah Ilahi Robbi


“Siapa yang mengenal Allah Swt ia menyaksikanNya dalam segala hal. Dan siapa yang fana’ padaNya, ia sirna dari segalanya, dan siapa yang mencintaiNya tak akan pernah memprioritaskan selain Dia.”
Sang arif senantiasa memandang segalanya ada di sisiNya dan bagiNya, lalu ia tidak melihat yang lain kecuali Dia. Bagaimana ia melihat yang lain, --pasti mustahil-– ketika ia sedang melihatNya?
Sebuah syair menyebutkan:
Sejak daku mengenal Tuhan
Aku tak melihat yang lain
Begitu jua yang lain tak tampak
Sejak aku berpadu denganNya
Tak ada ketakutan pada diriku
Hari ini, sungguh aku telah sampai

Syeikh Zarrug menegaskan, ma’rifat adalah mewujudkan kema’rifatannya sesuai dengan keagungan yang dima’rifati (Allah Swt). Sehingga perwujudan hakikat itu, membuat seakan-akan menjadi sifat baginya, tidak bergerak dan tidak berpindah. Gerak-geriknya tidak berjalan kecuali menurut aturannya. Maka pada saat itulah hatinya tegak setiap waktu dan dalam kondisi apa pun. Maka menyaksikan Allah azza wa-Jalla mengarahkan pada rasa fana’ di dalamnya, secara total kembali padaNya.
Disnilah Ibnu Athaillah as-Sakandary melanjutkan, “Siapa yang fana’ padaNya, ia sirna dari segalanya,” maka fana’ itu sendiri adalah menyaksikan Allah Swt, tanpa unsur makhluk, dimana hukum tindakan dalam sifat tidak masuk, karena sifat tindakan hanyalah efek belaka. Sehingga tak ada berita tentang tindakan jika dipandang dari segi Dia. Sifat disandarkan pada yang disifati, dan tidak lain kecuali Dia Satu-satuNya. Itulah kenyataan sirna dari segalanya bersamaNya, karena segalanya kembali padaNya.
Bila ma’rifat menimbulkan fana’. Dan kefanaan berdampak kesirnaan, maka kesirnaan itu menuntut adanya wujud prioritas. Maka cintalah yang menumbuhkan prioritas itu.
Kenapa? Karena hakikat cinta adalah teraihnya keindahan Sang Kekasih melalui kecintaan qalbu, hingga dalam situasi apa pun tak ada yang tersisa.Itulah yang kemudian disebutkan, bahwa cinta adalah memprioritaskan di Keabadian Kekasih.
Ma’rifat, Fana’ dan Cinta adalah tiga tonggak kewalian. Sang wali senantiasa ma’rifat kepada Allah Swt, senantiasa fana’ padaNya dan mencintaiNya. Siapa yang tidak memiliki kategori ini semua, maka ia tidak mendapatkan bagian dalam kewalian. Semoga Allah menjadikan kita golongan mereka. Amin. Demikian penjelasan Syeikh Zarruq dalam Syarah Al-Hikam.