Jadual Shalat Kab Pamekasan

Kamis, 05 Juli 2012

TAFSIR SURAH YASIN OLEH Syeikh Muhyiddin Ibnu Araby


YaaSiin
Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari Rasul-rasul, yang berada di jalan lurus, sebagai wahyu yang diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak leluhur mereka belum pernah diberi
peringatan, karena itu mereka alpa. (Q.s. Yaasiin 1-6)

Yaasiin. Allah swt bersumpah dengan dua hal yang menunjuk kesiapan paripurnanya, sebagaimana Allah swt menyebutnya dalam surat Thaha (dan demi Al-Qur’an yang penuh hikmah) yang merupakan keparipurnaan penuh, yang selaras dengan kesiapannya, dan karena itu merupakan sebab segala perkara dari para Rasul melalui jalan Tauhid yang disifati dengan predikat Istiqomah.
Huruf (Ya’) merupakan isyarat atas NamaNya yang Maha Memelihara, dan huruf (Siin) pada Namanya As-Salaam yang menjaga keselamatan fitrah anda dari segala kekurangan di zaman Azali. Dijaga dari bencana hijab hasrat bangkit dan ibadah. As-Salaam merupakan kenyataan dan sekaligus pokok utamanya. 

Sedangkan al-Qur’an yang penuh bijaksana merupakan proyeksi atau gambaran atas keparipurnaan As-Salaam itu sendiri, yang mengintegrasikan seluruh keparipurnaan, yang mengandung berbagai hikmah agung.

Sesunggunhnya kamu (Muhammad saw.), -- disebabkan oleh tiga hal di atas – tergolong orang-orang yang diutus (para Rasul).
Sebagai Wahyu dari Yang Maha Perkasa nan Penyayang, yakni Al-Qur’an yang memiliki kandungan universal bagi hikmah, yang merupakan cermin kesiapaan paripurna anda. Wahyu yang turun dengan manifestasinya, mengurai dari kandungan global atas hamparan manifestasimu, agar bisa menjadi pembeda dari Yang Maha Perkasa nan Mengalahkan, Yang Mengalahkan seluruh keakuanmu, dan sifat bangkitmu dan Maha PerkasaNya dengan kekuatanNya agar dirimu tidak “muncul”, serta menghalangi munculnya Al-Qur’an yang tersembunyi dalam batinmu pada tempat hamparan hatimu, serta proyeksi sebagai pembeda.

Allah Yang Maha Penyayang, Yang  memanifestasikan sifat PenyayangNya padamu melalui penampilan nyata Sifat-sifat keparipurnaan dengan segala pirantinya.

Agar kamu memberi peringatan kepada kaum, dimana bapak leluhurnya belum pernah meraih keparipurnaan sebagaimana – seharusnya  ada pada --kesiapan paripurna mereka.  Dan mereka belum pernah mendapatkan peringatan sebagaimana peringatanmu kepada mereka.

“Dan mereka dalam keadaan alpa” atas apa yang diturunkan pada mereka, karena mereka tidak memiliki kesiapan sampai batas paripurna.
“Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, maka mereka tidak beriman. Sesungguhnya Kami  telah memasang belenggu di leher mereka lalu tangan mereka diangkat kedagu, maka karena itu mereka tertengadah.  Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding, maka Kami tutup mereka lalu mereka tidak bisa melihat.

Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang yang mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Rahman dengan batin ghaibnya, maka berilah kabar gembira  dengan ampunan dan pahala yang mulia
 (dari Tuhannya). Sesungguhnya Kami menghidupkan yang mati dan Kami menuliskan apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan  dalam Kitab Induk yang nyata.” (Q.s. Yaasiin 7-12)

(Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka,)  telah berlaku ketentuan Allah Ta’ala bahwa mereka adalah golongan orang-orang celaka.
(Maka mereka tidak beriman.) Sebab manakala kesiapan-kesiapan munculmu menguat kokoh, menguat pula bencana celaka mereka dalam kejahatan, sebagaimana menguatnya orang-orang yang diberi kebahagiaan dakam kebajikan.

(Sesungguhnya Kami  telah memasang belenggu di leher mereka) berupa belenggu watak laghiriyah kesenangan badani dan menyenangi dosa-dosa yang hina.

(Lalu tangan mereka diangkat ke dagu,) yang menghalangi kepala mereka untuk menunduk, menerima anugerahNya, karena leher mereka yang merupakan ruas-ruas menyambung ke kepala, hingga batas kepala itu dari bawah, sampai menolak penerimaan hidayah, tidak bisa dipengaruhi oleh aktivitas, tidak bisa condong untuk rukuk dan sujud dalam rangka pefanaan. Karena proses kepatripurnaan manusia tidak akan berhasil kecuali dengan rasa hina dina di hadapanNya, serta remuk redam jiwanya.

(Maka karena itu mereka tertengadah.) Terhalang dari kemampuan menerimaNya, sebab kepala-kepala mereka lebih mendongak.

(Dan Kami jadikan di hadapan mereka dinding) dari Arah Ilahi melalui hijab nafsu dan sifat-sifatnya yang menguasai hati, hingga terhalang untuk memandang ke atas dalam rangka merindukan pertemuan Al-Haq Ta’ala saat  memandang Cahaya KemahaindahanNya.

(Dan di belakang mereka dinding,)  dari arah badan kasarnya berupa hijab watak alam jasmani dankenikmatan fisik yang menghalangi atas upaya melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya. Sehingga mereka terhalang untuk beramal shaleh yang dinilai sebagai kebajikan. 
Serta mereka terhalang dari Sifat-sifat JalaliyahNya (KemahabesaranNya)  maka Kami tutup mereka lalu mereka tidak bisa melihat jalan pengetahuan dan amal baik, karena mereka terpaku pada berhala-berhala badan dengan penuh kekacauan ketika menyembahnya. Berhala yang tidak memiliki kemampuan apa-apa.

(Maka Kami tutup mereka)  dengan Kami tenggelamkan dalam alam imajiner serta terlingkup oleh pakaian-pakaian fisik). 
( Lalu mereka tidak bisa melihat.) disebabkan oleh tebalnya hijab dari berbagai arah yang melingkupi mereka, hingga mereka tak melihat apa pun dan tak ada bekas-bekasnya, lalu ada peringatan maupun tidak tetap saja sama.

(Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan) yakni memberi pengaruh peringatan tersebut (kepada orang yang mengikuti peringatan) karena cahaya kesiapan dan sifat-sifatnya, yang menyebabkan pengaruh hidayah atas kesiapan menerimanya, berupa Tauhid Fitri, dan Ma’rifat Orisinal, hingga mereka berdzikir dan (takut kepada Tuhan Yang Maha Rahman dengan batin ghaibnya,)  yang tervisualkan melalui keagunganNya dengan ketersembunyian TajalliNya, lalu mereka menempuh jalan agar sampai kepada yang tak tampak di matanya, namun bisa melihat melalui CahayaNya.

(Maka berilah kabar gembira  dengan ampunan) yang agung karena Allah telah membuka hijab tindakanNya, Sifat dan DzatNya.

(Dan pahala yang mulia (dari Tuhannya).  Dari sisi TindakanNya, Sifat dan DzatNya itu.
Sesungguhnya Kami menghidupkan yang mati dan Kami menuliskan apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan  dalam Kitab Induk yang nyata.

Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka, (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya, kemudian

Kami kuatkan dengan utusan yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: ”Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.”
Mereka menjawab, “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.”
Mereka berkata, “Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu, dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.”

Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapatkan siksaan yang pedih dari kami.”

Utusan-utusan itu berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.”

Syeikh Muhyiddin Ibnu Araby mengatakan, bahwa penduduk negeri dalam perumpaan itu adalah “penduduk negeri fisik”, dan utusan-utusan yang berjumlah tiga itu, adalah Ruh, Qalbu dan Akal.

Namun Ruh dan Qalbu tetap saja tidak membuat mereka terbuka, karena mereka tidak bisa berkelindan secara konjungtif, yang menyebabkan penduduk alam fisik dengan nuansa serba materi itu mendustakan utusan-utusan tersebut. Dan mereka pun kontra dalam soal cahaya dan kegelapan. Lalu dikuatkan dengan utusan akal, yang berkorelasi dengan nafsu dalam soal kemaslahatan dan kesuksesan.
Pada ayat di atas menjadi pelajaran berharga bagi kondisi dunia hari ini, kondisi Indonesia hari ini, kondisi masyarakat dan ummat kita hari ini, dan kondisi keluarga serta individu kita masing-masing.

Runtuhnya suatu bangsa-bangsa di dunia, maupun runtuhnya individu dan ummat, karena mereka terperosok oleh materialisme dan serba hedonis dalam cakrawala pandang mereka. Sehingga cahaya Ruh dan Qalbu yang menjadi limpahan dari Cahaya Ilahiyah, senantiasa ditolak, kalau perlu malah dihancurkan.

Kata “Rajam” biasanya ada hubungannya dengan sebuah sanksi fisik yang dilakukan dengan melempar batu. Metafor “rajam” dari para pengingkar itu, menunjukkan betapa hati mereka telah membatu dan digunakan sebagai senjata untuk melawan terangnya cahaya Qalbu dan Ruh.

Sebuah tragedi negeri mana pun atau ummat Islam sendiri, semata karena tiga tonggak dalam bangunan kepribadian spiritualnya runtuh: Ruh, Qalbu dan Akal.

Akal, digambarkan sebagai “utusan ketiga” karena dua utusan sebelumnya tidak dianggap masuk akal. Toh penjelasan akal rasional pun mereka tolak karena kegelapan sudah menyelimuti qalbu dan ruh mereka.

Akal sepertinya senjata terakhir karena akal masih berhubungan dengan timbangan nafsu yang bicara sukses dan gagal. Itupun ditolak juga.

Kaum matererialis senantiasa menolak kehadiran cahaya ruhani, karena mereka berfikir jika cahaya hadir, seluruh kegelapan nafsu yang selama ini mereka jadikan pegangan dan ideologi, belum lagi dukungan tipu muslihat atas nama politik, atas nama strategi, atas nama Tuhan sekali pun.

Psikologi manusia modern telah diaduk-aduk oleh kegelapan, dan muncul nuansa kelabu yang dinilai oleh mereka sebagai “janji penyelamatan manusia”. Padahal apa pun alasannya mereka telah mengalami kesesatan yang jauh.

“Dan suatu tanda kekuasaan Allah bagi mereka adanya malam, Kami tanggalkan siang dari malam itu, tiba-tiba mereka dalam kegelapan.”
Suatu tanda kebesaran Allah swt, adalah “malam kegelapan nafsu”

 yang ditanggalkan oleh “siangnya cahaya matahari ruh” dan ragam kondisi ruhani, tiba-tiba mereka berada dalam kegelapan hijab. Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah takdir dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. “Matahari ruh” yang berjalan pada edar maqomnya, yaitu Maqom Al-Haq swt,  dalam akhir perjalanan ruh.
Semua itu adalah takdir Yang Maha Perkasa, dimana KeperkasaanNya yang bisa menghalangi mereka untuk sampai ke Hadhirat AhadiyahNya, Yang Mengalahkan segalaNya dengan Sifat PaksaNya dan kefanaan makhlukNya. Allah Yang Maha Tahu, yang mengetahui batas kesempurnaan setiap perjalanan dan akhirnya.
Dan telah Kami tetapkan rembulan, manzilah-manzilah, sehingga ketika sampai pada manzilah terakhir kembalilah dia sebagaimana bentuk tandan yang tua.
Sedangkan  “Rembulan Qalbu” Kami tetapkan peredaran dalam perjalanannya menempuh maqomat (manazil-manazil) antara lain seperti maqom al-Khauf, Ar-Raja’, Sabar, Syukur, dan seluruh maqomat semisal Tawakal, dan Ridlo, sehingga kembali ketika fana’ dalam ruhnya di dalam maqom Sirr, “sebagaimana tandan yang matang”, yang menggambarkan kematangan jiwa dengan kecerahan wajah hati yang mengiringi Ruh sebelum sempurna kefanaannya, dan ketiuka terhijab cahayanya oleh nafsu dan kekuatan dirinya. Dan posisinya sebagai “purnama” karena posisinya ada di dalam dada yang berhadapan dengan maqom Sirr.
Tidak layaklah matahari bertemu bulan, dan tidak pula malam  mendahului siang. Dean masing-masing berada dalam garis edarnya.
Tidak layaklah matahari “ruh” bertemu bulan qalbu, dalam perjalanan ruhaninya , sehingga meraih keparipurnaan batin berupa sifat meliputi keseluruhan semesta, dan tajalli dengan Akhlaq dan Sifat. Dan tidak pula malam  mendahului siang, dengan pertyemuan matahari dan bulan, serta perubahan kegelapan nafsu menjadi siangnya cahaya qalbu.
Karena rembulan qalbu ketika menanjak ke maqom ruh,  maka ruh akan sampai ke Hadhirat Wahdah (Kestauan) makanya tidak akan bertemu.
Pada saat itulah nafsu menjadi luapan api dalam qalbu yang tak lagi berada dalam kegelapannya, dan kegelapannya tidak akan melampaui cahanya, bahkan kegelapannya sirna. Hanya saja Qalbu dan cahanya berada di maqom Ruh, makanya tidak akan mendahuluinya menurut ketentuan baqo’Nya maqom Ruh.

Dan masing-masing berada dalam garis edarnya, berjalan, dengan ketentuan dalam awal perjalanan dan akhirnya, yang tidak melampaui dua kenyataan, berjalan sampai Allah swt memadukan antara dua ketentuan itu dalam satu garis, lalu rembulan sirna dan matahari terbit dari arah tenggelamnya, ketika itulah qiyamat tiba.
Dan suatu tanda bagi mereka adalah Kami angkat keturunan mereka dalam bahtera yang penuh dengan muatan.
Yaitu kapal Nuh as, yang didalamnya ada rahasia yang sangat dahsyat, dimana rahasianya tidak diceritakan oleh pendahulu mereka. Maka harus ada keluarga dan keturunan yang bersambung.
Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu.
Sebagaimana Kapal Nuh, yaitu Kapal Muhammadiyah yang sempurna untuk dikendarai menuju kepadaNya.
Dan jika Kami menghendaki, Kami bisa tenggelamkan mereka, bagi tiada lagi penolong bagi mereka, dan tidak pula mereka diselematkan.
Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai pada masa yang ditentukan.
37. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam” kegelapan nafsu; “Kami tanggalkan siang dari malam itu,” dan cahaya matahari ruh serta aneka ragam ruhani,  maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan,

38. Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. 
“Dan matahari”  ruh, berjalan di tempat peredarannya, yaitu  Maqom Al-Haq Ta’ala dalam puncak perjalanan ruh. “Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa,”  Yang menghadang siapa pun untuk sampai ke Hadhirat AhadiyahNya, Yang Mengalahkan segalanya dengan Maha PaksaNya dan kefanaan lainNya,  “lagi Maha Mengetahui,”  kesempurnaan perjalanan dan akhir tujuan para hambaNya.

39. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan Yang tua 1268).
“Dan telah Kami tetapkan  “ perjalanan  dalam orientasi  perjalanan jiwanya, “bagi bulan” Qalbu,  berbagai “manzilah-manzilah,” seperti Khouf, Raja’ Sabar, Syukur,  dan sejumlah maqomat seperti Tawakkal,  dan Ridho, “ sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir)”  saat fana’ dalam ruh di maqom rahasia ruh (sirr), ” maka kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua,” yang menyerupai kebahagiaan di dalamnya dan kecerahabn  wajahnya yang memasuki gerbang Ruh sebelum sempurna, sekaligus ketersembuntyiannya dari nafsu dan potensi dari pencahayaanNya. Bahwa kemudian ia menjadi purnama, karena posisinya dalam dada yang sedang menghadap ke maqom Sirr.

40. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. 
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan” dalam perjalanannya, hingga ia meraih kepairpurnaan dada ruhaniyah yang meliputi kondisi semesta raya, dan menjadikan dirinya sebagai Tajally Akhlaq (Ilahi) dan Sifat. “Dan malampun tidak dapat mendahului siang,” dengan bertemunya bulan pada matahari, serta berubahnya kegelapan nafsu menjadi siangnya cahaya Qalbu. 
Karena rembulan qalbu ketika menanjak ke maqom ruh, maka ruh sampai pada Hadlratul Wahdah (hadirat Kesatuan), hingga tidak akan pernah bertemu. Pada saat itulah Nafsu menjadi  api penerang  di Maqom Qalbu, hingga tidak ada kegelapan baginya, dan sebaliknya kegelapan nafsu tidak melampaui cahaya qalbu, bahkan kegelapan jadi sirna.  Hanya saja, Qalbu dan cahayanya berada di Maqom Ruh.  Sama sekali, Qalbu tidak melampui batas keabadian maqom Ruh. “Dan masing-masing beredar” di posisi perjalanannya, tertentukan di awal mula dan akhirnya, satu sama lain tidak saling melampaui “ pada garis edarnya,” sampai Allah swt memadukan diantara keduanya dalam satu batas, dan bulan jadi gerhana, lalu matahari terbit dari barat (tempat tenggelamnya), lalu jadilah qiyamat.

41. Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan.
“Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan,” yaitu bahtera Nuh yang di dalamnya ada rahasia dibalik rahasia yang nyata, yang tidak pernah tersebutkan oleh leluhur mereka, bahkan keluarga mereka yang ada kandungan mereka, hingga harus adanya keluarga-keluarga saat itu.

42. Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu.
“Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu,” seperti metaphor bahtera Nuh, yaitu Bahtera Al-Muhammadiyyah yang bisa mereka kendarai.

43. Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan.
Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan.

44. Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.
Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.

45. Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Takutlah kamu akan siksa yang di hadapanmu dan siksa yang akan datang supaya kamu mendapat rahmat”, (niscaya mereka berpaling).
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Takutlah kamu akan apa yang di hadapanmu”  berupa kiamat Kubro, dan siksa yang akan datang, (berupa kiamat shughro). Kiamat yang pertama dating dari arah Allah Azza wa-Jalla, sedangkan kiamat kedua datang dari arah diri melalui fana’ dalam Allah swt, di dunia, berikutnya menyendiri dari situasi dan kondisi fisik dan menyemalatkan diri darinya.  Agar kamu mendapat rahmat”,
46. Dan sekali-kali tiada datang kepada mereka suatu tanda dari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, melainkan mereka selalu berpaling daripadanya.Dan sekali-kali tiada datang kepada mereka suatu tanda dari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, melainkan mereka selalu berpaling daripadanya. (Mereka berpaling karena tertirai hijab, yang menimbulkan kontra kepada Allah swt, sebab nafsu mereka mengkristal dalam hijab itu sendiri sehingga mereka tersiksa.)
47. Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Nafkahkanlah sebahagian dari rezki yang diberikan Allah kepadamu”, maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman: “Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan, tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata”.
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Nafkahkanlah sebahagian dari rezki yang diberikan Allah kepadamu”, maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman: “Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan, tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata”.
Mereka tersesat karena mereka berkata dari kegelapan jiwanya. Kegelapan nafsu dan jasad, yang terus menerus membangun sikap sinis kepada Ketuhanan Allah swt., kekuasaanNya dan RahmatNya.
Bahasa-bahasa yang keluar dari diri mereka adalah bahasa nafsu, bahasa kesombongan, bahasa pengandalan pada “keakuan” yang telah menjadi berhala bagi mereka sendiri.
48. Dan mereka betkata: “Bilakah (terjadinya) janji ini (hari berbangkit) jika kamu adalah orang-orang yang benar?” Sebuah pertanyaan sinis atas kekafiran  dirinya kepada Allah swt.
49. Mereka tidak menunggu melainkan satu teriakan saja1270) yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar.
Nafsu mereka bertengkar dengan ruh mereka, nafsu mereka menguasai diri mereka, dan dikipas-kipas oleh syetan.
50. Lalu mereka tidak kuasa membuat suatu wasiatpun dan tidak (pula) dapat kembali kepada keluarganya.
Keadaan orang-orang mu`min di hari kiamat.

51. Dan ditiuplah sangkakala1271), maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka.
52. Mereka berkata: “Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dati tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul(Nya).
53. Tidak adakah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami.
Teriakan ketidakberdayaan, kehinaan, ketidakmampuan, dan teriakan kefakiran yang sangat mengejutkan selama ini atas diri mereka yang terbungkus oleh semesta kemakhlukannya.
54. Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.
Amal seseorang menentukan kualifikasi kema’rifatannya. Bukannya berarti amal itu sebagai visa untuk bertemu dengan Allah swt? Bukan. Namun seorang hamba harus menggantungkan diri dan mengandalkan Allah Yang Menciptakan amal bagi hambaNya.

60. Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”, Bukankah Aku telah memerintahkan melalui janji di zaman Azali dalam Perjanjian Fitrah, agar kalian tidak menyembah Syetan, yaitu menyembah kegelapan hijab keragaman, dan mengikuti ajakan imajinasi.
Syetan adalah instrument Iblis, karena menurut Syeikh Abdul Karim Al-Jiily, syetan lahir dari perzinahan Iblis dengan hawa nafsu di pasar duniawi, lalu lahirlah ruibuan syetan yang menjadi alat hijab itu.

61. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Ini lah jalan yang lurus.
Jalan yang lurus adalah Jalan Penyatuan Musyahadah dalam kefanaan hamba menuju Baqa’Nya. Itulah puncak  maqom Tauhid.

62. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak berakal sehat?
Penyesatan syetan dari satu generasi ke generasi, adalah usahanya terus menerus agar manusia masuk dalam hijab kegelapannya, dan jauh dari Nur Tauhid itu sendiri, sehingga ia tidak menyadari akan Perjanjian Fitrahnya, ketika masih menjadi Ahsanu Taqwim, sebaik-baik makhluk.
Akal sehat adalah wujud matahati yang memandang dengan Nur Ilahi. Bila akal sehat berapresiasi, maka ia mampu menembus tirai-tirai kegelapan. Sebab puncak kegelapan itulah yang disebut dengan Jahanam.

63. lnilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya).
64. Masuklah ke dalamnya pada hari ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya.
Masuklah dengan jubah kegelapan syetanmu, yang melemparkan dirimu jauh dari CahayaNya, apalagi penyatuan dalam ma’rifatNya.
Disebutkan bahwa setiap orang kafir ada sumur di neraka yang 
mereka ada di dalamnya, namun ia tidak tahu dan tidak mengerti, dan itulah gambaran penghijaban gulita yang ada pada diri mereka.

65. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.
Tangan dan kaki akan menampakkan bentuk perilaku mereka 
dengan watak dan sifatnya, sehingga tidak satu pun yang terdustakan di sini. Sementara mulut terkunci. Yang berbicara bukan lagi mulutnya tetapi perilakunya, sesuai dengan  watak naluri perbuatannya.

66. Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka betapakah mereka dapat melihat(nya).

67. Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami rubah mereka di tempat mereka berada; maka mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali.
Itu karena mereka tidak memandang dengan mata hati, tetapi mata hijabnya yang justru membutakan matahatinya. Begitu juga  mereka berposisi dengan posisi nafsunya, dengan ambisi hijab duniawinya, hijab kesenangannya, hijab keakuannya.

68. Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?
Maksudnya adalah kejadian utama di seperti di zaman Azali dulu.

69. Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan.

70. Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.
Karena Rasulullah saw, adalah  Dzikir dan Al-Qur’an yang nyata itu sendiri, sebagaimana disebutkan, “Akhlaqnya adalah Al-Qur’an”. Hidupnya hati dengan Dzikrullah, karena Dzikrullah yang hakiki adalah hidupnya Al-Qur’an.

71. Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?

72. Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan.

73. Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?
Tetapi sebaliknya, mereka malah menjadi layaknya binatang-binatang, yang hanya menyembah nafsunya sendiri, egonya sendiri, kebinatangannya sendiri, bahkan ia telah menjadi kendaraan bagi para binatangnya sendiri. Nafsu itu bersumber pada kebuasan dan kebinatangan hewaniyah, yang di satu sisi bisa menumpahkan darah, kekerasan, dan di sisi lain bisa menghancurkan bumi dan isinya karena hewaniyahnya yang liar dalam pemuasan.
Mereka memilki berhala-berhala hijab yang dipatungkan dalam nafsu mereka, dan diagungkan dalam imajinasi khayal mereka. Itulah yang disebut ayat berikut:

74. Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.
75. Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka; padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka.
Karena berhala itu hanyalah imajiner, tuhan khayalan, dan mimpi di atas mimpi yang menyeret mereka dalam ambisi nafsunya, seakan-akan dengan ego dan keakuannya mereka bisa hebat, bisa menguasai dunia, bisa menaklukkan makhluk. Bagaimana sesuatu yang mustahil akan mendapatkan pertolongan dari kemustahilannya?

76. Maka janganlah ucapan mereka menyedihkan kamu. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.
Pertolongan hanya dari Allah Ta’ala, dan makhluk itu tak berdaya, tak memiliki kemampuan apa-apa. Jangan sampai kegelapan makhluk menjadikan ancaman bagi kesedihan, karena kegelapan makhluk adalah kehinaan itu sendiri. 

77. Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari Setitik air (mani), maka tiba-tiba Ia menjadi penantang yang nyata!
Ketidaksadaran akan bahan bakunya yang hina, justru semakin menyombongkan mereka. Dan kesombongan adalah bentuk kontra terhadap Penciptanya. Setiap orang yang menyombongkan dirinya, pasti merasa lebih dari lainnya. Dan kesombongan adalah buah dari hijab yang pertama, karena Iblis memang terus memproduksi keangkuhan dan kesombongan itu sendiri.

78. Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; Ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?”
Lapisan hijab akan terus menumpuk pertanyaan sinis kepada kebenaran dan hakikatnya. Bagaimana mereka sampai bertanya demikian? Mereka pasti alpa bahwa sebelumnya mereka bukan apa-apa dan tidak ada.

79. Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,

80. yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”
Allah swt, dengan Maha KuasaNya, tentu berkehendak apa saja yang Dia KehendakiNya. Manusia kafir hanya bisa mengaku-aku, mengklaim, merasa berdaya dan kuat.

81. Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar. Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.
Tidak ada yang tidak diketahui oleh Allah swt, karena Allah swt, Maha Meliputi segalanya. Apakah segalanya ini bisa menghijab Allah swt, sedangkan segalanya hanyalah ciptaanNya? 

82. Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. KehendakNya pada sesuatu, akan terjadi tanpa jarak rentang waktu maupun ruang.

83. Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. 

Maha Suci Allah dari kelemahan, Maha Suci dari serupa dengan jasad dan fisik, dimana fisik itu berhubungan dengan ruang dan waktu, yang justru ada di TanganNya. Segala semesta ada di KekuasaanNya, dan hanya kepadaNya lah segalanya berfana’ dan berakhir.
Wallahu A’lam.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

slahkan comentnya